Selasa, 23 Juni 2009

Regulasi Bidang Kesehatan Sangat Lemah

Regulasi bidang kesehatan di Indonesia hingga kini dinilai masih sangat lemah dan perlu dibenahi serta ditingkatkan fungsinya dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Menurut penelitian yang dilakukan di empat provinsi, regulasi adalah fungsi pemerintah yang paling tidak dijalankan dibandingkan pelayanan kesehatan dan pembiayaan, kata ahli dari Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Dr Laksono Trisnantoro seperti dilansir Antara, di Jakarta, Senin (30/4).
Dalam seminar tentang implikasi pemberlakuan regulasi kesehatan internasional (International Health Regulation/IHR) di Indonesia, ia mengatakan, hal itu terlihat dari minimnya jumlah peraturan daerah yang berisi ketentuan mengenai kesehatan.
Ia menjelaskan, menurut penelitian yang dilakukan di Kalimantan Timur, Padang, Bali dan Yogyakarta, peraturan dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan pun jarang sekali diterjemahkan menjadi peraturan daerah.
Menurut dia, sistem kesehatan nasional pun kurang memperhatikan soal regulasi. Didalamnya bahkan sama sekali tidak ada kata regulasi, katanya.
Kegiatan penyusunan regulasi, katanya, juga tidak menjadi prioritas pemerintah karena dianggap tidak punya keluaran yang jelas sehingga alokasi anggaran untuk kegiatan itu juga sangat rendah.
Anggaran untuk penyusunan regulasi baik di tingkat pusat maupun daerah, katanya, bervariasi antara Rp20 juta hingga Rp250 juta per tahun. Itu terhitung sangat minim karena untuk menyusun sebuah regulasi diperlukan pembahasan dan sosialisasi yang membutuhkan waktu lama, jelasnya.
Dia menjelaskan pula bahwa, penegakan peraturan perundangan tentang kesehatan yang telah diberlakukan juga tidak optimal. Undang-undang nomor 4 tahun 1984 tentang wabah misalnya, meski sudah diberlakukan sejak lama tapi sampai saat ini tidak jalan, tuturnya.
Lemahnya fungsi regulasi kesehatan, kata dia, menyebabkan sistem surveilans (pemantauan penyakit-red) di daerah hampir tidak berjalan dan sistem surveilans di tingkat pusat kurang optimal.
Sistem pelaporan, pengiriman dan pengolahan data epidemiologi serta timbal balik dari kegiatan itu, ia menjelaskan, juga tidak berjalan dengan baik. Dan kami khawatir ini akan menjadi masalah dengan adanya tuntutan dari pemberlakuan ketentuan global, jelasnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan, ke depan pemerintah harus memperkuat fungsinya sebagai regulator dan menguatkan kapasitas regulasi di tingkat provinsi serta kabupaten/kota.
Pemerintah harus punya program multi tahun terkait pembuatan standar penyusunan regulasi, pelatihan sumber daya manusia di daerah dan penegakan pelaksanaan aturan perundangan, demikian Laksono.

Tidak ada komentar: